Sudah
2 bulan lebih masyarakat di Sumatera dan Kalimantan menghirup udara kotor yang
tercemar kabut asap. Kabut asap tersebut disebabkan oleh pembakaran lahan
gambut yang dilakukan sekelompok oknum untuk pelebaran lahan kelapa sawit.
Mereka melakukan hal tersebut tanpa berpikir panjang mengenai akibatnya dan
hanya mementingkan tujuan mereka untuk mendapatkan lahan agar produksi kelak
bisa lebih maksimal dan keuntungan yang didapat bisa lebih besar. Padahal,
pemerintah telah menerapkan kebijakan larangan pembukaan dan penggunaan lahan
gambut dengan ketebalan lebih dari 3 meter, ini dikarenakan lahan gambut dengan
ketebalan 3 meter akan sangat sulit dan memakan waktu lama untuk melakukan
pemadaman jika terjadi kebakaran.
ISPA
Kabut
asap yang telah menjadi “agenda tahunan” bagi masyarakat Sumatera dan
Kalimantan tersebut mengalami peningkatan dari tahun – tahun sebelumya.
Tercatat pada September 2015 Indeks
Standar Pencemaran Udara telah melebihi 300 yang merupakan batas standar pencemaran
udara. Maka tidak heran jika banyak masyarakat yang secara tiba – tiba
terserang penyakit ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan Atas karena terlalu
lama menghirup udara kotor.
ISPA
tidak hanya diderita oleh orang dewasa, anak – anak, balita, bahkan bayi yang
baru lahir pun tidak luput dari serangan penyakit ini. Para aktivis lingkungan,
petugas kesehatan, dan pemerintah setempat telah berusaha untuk mengurangi
penyebaran ISPA. Mereka melakukan pembagian masker di sekolah – sekolah dan pinggir jalan, membangun posko kesehatan,
serta memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga
saluran pernapasan dan hal – hal yang akan terjadi jika kita tidak menjaga
saluran pernapasan, terutama ketika terjadi bencana kabut asap yang sedang
melanda mereka.
Namun apa daya, walaupun usaha yang
dilakukan telah maksimal, tetapi penderita ISPA terus bermunculan. Banyak orang
tua dari anak penderita ISPA yang kebingunan mencarikan oksigen untuk anak
mereka agar bisa bernafas secara bebas dengan oksigen yang bersih dan tidak
tercemar. Mereka rela mengeluarkan uang banyak untuk kesehatan anak mereka.
Sungguh, kabut asap telah merenggut hak sebagian besar masyarakat untuk bisa
bernapas dengan bebas tanpa takut untuk terkena suatu penyakit.
PEMBEKUAN IZIN ATAU PENCABUTAN IZIN?
Setelah ditelusuri, sebanyak 12
perusahaan ikut andil dalam peristiwa pembakaran lahan gambut. Perusahaan –
perusahaan tersebut merupakan perusahaan swasta yang mengelola kelapa sawit.
Untuk menindak pelaku, pemerintah akhirnya melakukan pembekuan izin terhadap
beberapa perusahaan, salah satunya PT LIH (Langgam Inti Hibrindo). Selain itu, pemerintah juga
memberikan saksi seperti perusahaan bertanggung jawab untuk membantuk
pemerintah dalam melakukan pemadaman api dan mempersiapkan peralatan yang
diperlukan untuk kegiatan tersebut.
Sebenarnya, pembekuan izin belum
bisa mengatasi masalah yang terjadi setiap tahun ini karena pembekuan izin
hanya berlaku sementara dan sewaktu – waktu sanksi tersebut bisa dicabut.
Pencabutan sanksi akan berdampak pada kembali aktifnya perusahaan dan peristiwa
kabut asap dipastikan akan terjadi lagi. Jika pemerintah bisa lebih berani
lagi, maka, satu –satunya solusi agar peristiwa tahunan tersebut bisa dikurangi
adalah pencabutan izin operasi perusahaan yang telah melanggar aturan dan
menyebabkan kerugian secara material maupun finansial bagi masyarakat serta
negara.
PERAN PEMERINTAH SETEMPAT
Bukan
tidak mungkin jika masalah kabut asap ini tidak diikuti dengan campur tangan
pemerintah setempat. Usut punya usut, ternyata Gubernur Riau, Annas Maamun,
diduga menerima suap yang digunakan untuk alih fungsi lahan di daerah Riau.
Alih fungsi dari lahan milik pemerintah kepada pihak perusahaan tentunya akan
menambah kekuasaan pihak perusahaan terhadap tanah yang seharusnya menjadi
milik daerah tersebut, sehingga pihak perusahaan lebih leluasa untuk mengolah
tanah tersebut. Sehingga terjadilah pembakaran lahan gambut yang seharusnya
dilarang untuk dilakukan.
PENDIDIKAN MASYARAKAT
Pelajar di daerah Kalimanta dan
Sumatera terpaksa tidak bisa mengikuti pembelajaran secara normal. Keadaan ini
menyebabkan Menteri Pendidikn, Anies Baswedan, mengeluarkan kebijakan berupa 3
skenario masa liburan. Liburan di bagi menjadi 3, yaitu pertama libur dengan masa 1-14 hari, kedua 15-28 hari dan ketiga lebih
dari 29 hari. Selain pembagian masa liburan, juga ditetapkan kebijakan
mengenai Ujian MID Semster, Ujian Semester, dan Ujian Nasional.
“Untuk skenario pertama, akan menggunakan masa liburan di
bulan Desember untuk mengganti jam belajar yang hilang. Sedangkan untuk Ujian
Akhir Semester (UAS) ganjil dilakukan pada bulan Januari dan jadwal UAS genap
serta Ujian Akhir Nasional (UAN) tetap pada jadwalnya," kata Pak Anies.
Kebijakan ini
dikeluarkan demi menjaga kesehatan anak didik dan guru agar terhindar dari
penyakit yang disebabkan oleh kabut asap. Bahkan, di daerah Palangkaraya
dikenal juga istilah Senin Kamis. Yaitu, dimana hari Senin para oang tua murid
mengambil lembar soal latihan dan pada hari Kamis lembar soal tersebut
dikembaikan ke sekolah kembali. Ini dilakukan agar para siswa tidak tertinggal
pelajaran karena terlalu lama.
Indonesia sekarang
sedang berduka atas musibah kabut asap yang menimpa saudara – saudara kita di
daerah Kalimantan dan Sumatera. Pemerintah telah melakukan banyak upaya untuk
menangani masalah tersebut, diantaranya yaitu dengan meminta bantuan dari
negara lain dan mengeluarkan skenario penyelamatan penduduk jika suatu waktu
terjadi kejadian yang tidak diinginkan. Kita sebagai warga negara seharusnya
mendukung upaya pemerintah tersebut atau bahkan bisa membantu pemerintah agar
pemadaman bisa lebih cepat terjadi, bukan malah menghujat pemerintah. Cara yang
paling mudah dilakukan sebagai masyarakat yang berada jauh dari lokasi kabut
asap adalah dengan menguapkan air rendaman garam di bawah sinar matahari. Ini diharapkan
agar uap air yang tercipta bisa lebih cepat membentuk awan dan mempercepat
terjadinya hujan.
0 komentar:
Posting Komentar